Glow

Wajahku diselimuti kain sutra. Entah mimpi, entah di dunia nyata. Kali ini aku benar-benar sangat kesulitan membedakan kedua dimensi itu. Mimpi buatku terkadang begitu nyata. Namun nyata buatku kadang begitu maya, seperti mimpi yang tak pernah membawa kemana-mana.

Sejenak lagi perasaan ini masih meraba keberadaanku. Namun astaga kagetnya aku, wajahmu muncul laksana petir yang siap mencabut nyawaku. Begitu tiba-tiba.

Kain sutra ini tipis, aku begitu yakin itu kamu. Haha, lagian, bagaimana mungkin itu bukan kamu.

Kau sibak kain sutraku. Kini pandanganku penuh dengan wajahmu.
Ohya, berapa tahun sudah aku mengenalmu? 4 tahun? Atau 5 tahun? Aku tidak ingat. Tapi aku ingat bagaimana kita bertemu. Aku yang menemukanmu. 🙂

Namun baru kali ini aku jelas melihat wajahmu. Kali ini aku benar-benar bisa merekamnya sampai kubawa mati nanti. Aku baru tahu warna matamu tidak hitam. Agak keruh. Kau punya kantung mata. Pasti karna kau sering begadang. Mata kita mirip. Kurekam pula hidungmu yang sedang berjerawat. Jangan khawatir, kau tetap tampan. Kini aku sudah khatam merekam wajahmu. Tidak mungkin lupa.

Lalu sekarang apa lagi?

Dari dulu, aku ingin berdiri di hadapanmu bukan sebagai teman, melainkan sebagai wanita. Tapi kau tak pernah menatapku begitu.
Kali ini tatapanmu aneh. Kau sedang menatapku sebagai apa sih? Aku merasa seperti alien, atau biota langka di bumi ini.

Hah, aku menyerah menebak perasaanmu. Terserah aku ini apa saat dihadapanmu, dan…

Wajahmu semakin mendekat. Kau menciumku?
Iyah kau menciumku.
Pertama kau cium keningku. Lalu kau cium kedua pipiku. Kau cium daguku. Kini kau cium bibirku.

Ketika aku tidak hanya bisa merekam wajahmu, melainkan aroma nafasmu, disitu aku baru sadar, aku tak dapat menggerakkan tanganku. Tubuhku juga ternyata. Semua tak mau bergerak.

Ah, bangsat. Aku ingin memelukmu. Aku ingin menjambak rambutmu. Aku ingin menghidu seluruh aroma tubuhmu. Tapi sekuat apapun aku berusaha bergerak, semua semakin sia-sia. Apa ini.

Irama nafasmu berkata,
“Sudah. Sudah. Cukup banyak yang sudah kau lakukan. Cukup usahamu! Kini biarkan berganti aku yang melakukan. Terima dengan ikhlas kedatanganku.”

Aku mengerti.

Senyum di hatiku kembali mengembang. Jatuh, dan tewas sudah aku. Tewas aku dalam jatuh cintaku kepadamu.

Selesai sudah. Dan aku tidak bisa untuk tidak terus ersenyum. “Cukup” katamu.
Maka, akupun merasa cukup.

Berapa tahun? 4 tahun? 5 tahun?
Haha.. semua itu menjadi cukup hanya dalam 4 menit 5 menit.

Kau kembali menyelimuti wajahku dengan kain sutra. Namun kini kain itu tidak terasa lembut lagi. Semuanya kalah dengan kelembutan wajahmu.

Kini, tinggal aku akan mengetahui, ini nyata atau mimpi. Batasnya tipis. Aku masih tak bisa membedakannya.

Tak peduli. Aku sudah merasa penuh.

Aku mulai mendengar bunyi-bunyi. Bunyi sunyi, sunyi, dan sesayup demi sesayup semakin jelas. Ramai. Aku tak bisa lihat, tapi aku dengar mereka berkata; “Yasin……”

Aku merasa cukup.

***

-k-

Mudik

Mudik itu capek, pegel, jenuh, pantat panas. Tapi banyak orang rela, ikhlas, dan hepi ngejalaninnya. Karena, mereka, punya tujuan.

Tujuan membuat semuanya jelas.

Tujuan membuat hal yang berat, ringan buat dijalanin.

Apa tujuan hidupmu, Kay?

#MendadakGalau

-K-